Asuransi Syariah mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Asuransi syariah ini menganut asas tolong menolong yaitu membagi resiko di antara peserta asuransi jiwa. Dan cara pengelolaannya menganut sistem syariah yang tidak mengikutsertakan Riba melainkan menganut syariah yang di ajarkan Oleh Rasulalloh SAW.
SISTEM SYARIAH YANG DI GUNAKAN
Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong –menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini yang di jadikan landasan dalam menjalan sebuah hubungan keluarga besar antar peserta asuransi syariah dengan yang lainnya saling menolong menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
- ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong –menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa)
- al-ta’min (rasa aman)
PRINSIP YANG DI GUNAKAN DALAM SYARIAH
Menurut salah satu pakar (Dr. Karnaen A. Perwataatmadja) mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip asuransi syariah yaitu:
1.Saling bertanggung jawab;
2.Saling bekerja sama atau saling membantu;
3.Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
4.Menghindari unsur gharar, maisir dan riba
Terdapat beberapa solusi untuk
menyiasati agar bentuk usaha asuransi dapat terhindar dari unsur gharar, maisir
dan riba.
1.Gharar (uncertainty)
atau ketidakpastian ada dua bentuk:
a. Bentuk akad syari’ah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensional, kontrak dan perjanjian dalam asuransi jiwa
dapat dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran yaitu
pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa
yang dibayarkan dan berapa yang diterima.
Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan
diterima (sejumlah uang pertanggungan),
tetapi tiadak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena
hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syari’ah keadaan ini akan lain
karena akad yang digunakan adalah akad takafuli atau tolong menolong dan
saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin
satu sama lainnya.
b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan
syar’i penerima uang klaim itu sendiri. Dalam konsep asuransi
konvensional, peserta tidak mengetahui
dari dana pertanggungan ysng diberikan perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah pembayaran klaim
yang akan diterimanya. Dalam konsep
takaful, setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, masuk ke rekening
pemegang polis dan satu lagi di masukkan ke rekening khusus peserta yang harus
di niatkan tabarru’ atau derma untuk
membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep
takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang
di berikan oleh para peserta.
2. Maisir (gambling) artinya ada salah satu pihak yang untung
namun di pihak lain justru mengalami kerugian.
Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa
perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak
berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika
peserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi yang disetor
sedikit) menerima dana pembayaran klaim
yanf jauh lebih besar.
Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan
atau musibah selama menjadi peserta,
maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang di
masukkan ke dalam dana tabarru’.
MANFAAT ASURANSI SYARIAH
Allah SWT memerintahkan kita agar senantiasa membuat perencanaan masa depan. Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan, bencana, dan kematian merupakan qadha dan qadar. dari Allah. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Tapi perencanaan masa depan tetap harus dipersiapkan. Allah berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap hari memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan). Dan, bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan.” (Al Hasyr:18). Dan masih banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang bagaimana kita sebai seorang muslim yang taat untuk menyiapkan segala sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Kita berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan memproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sistem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi. Ayat ini memerintahkan kita untuk mempersiapkan diri, melakukan ikhtiar antara lain dengan menyisihkan sebagian harta yang kita miliki melalui asuransi syariah bersama dengan saudara-saudara kita yang lainnya. Sehingga, jika takdir ‘menjemput’ kita, maka persiapan-persiapan untuk keluarga yang kita tinggalkan dalam batas tertentu sudah tersedia.
Dengan segala sistem yang sesuai dengan syariah (Islami) Maka kita juga merasa tenang dalam menjalankan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Karena ini sudah sesuai dengan perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Sumber :
FINANCIAL PLANNING STANDARTS BOARD INDONESIA
http://asuransisyariahkita.wordpress.com/2009/10/31/pengertian-dan-manfaat/
http://pustakabakul.blogspot.com/2012/07/prinsip-prinsip-operasional-asuransi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar